Tuesday, September 20, 2016

Belajar Pengorbanan yang Benar dari Kisah Penyembelihan Ismail



Assalamualaikum Dear Sisterfillah,

Pengorbanan, seringkali dilihat dan dirasakan sebagai sesuatu yang menyakitkan bahkan memberatkan. Tapi benarkah?

Sepertinya Allah ingin kita belajar dari Nabi Ibrahim. Bahwa pengorbanan itu bukanlah sesuatu yang menyakitkan dan memberatkan tapi sesungguhnya itu adalah bukti cinta kepada sosok yang kita cintai.


Pengorbanan dalam Rumah Tangga

Tidak jarang bahkan sering, dalam kehidupan sehari-hari kita mengorbankan suatu hal untuk kebaikan yang lain. Terutama dalam rumah tangga, pengorbanan sungguh adalah suatu hal yang tak terelakkan. Mungkin ada Sisterfillah yang dalam pernikahannya harus berkorban meninggalkan keluarga tercinta untuk hidup bersama suami di tempat yang jauh dari keluarga. Mungkin ada diantara Sisterfillah juga yang mengorbankan karir yang sudah dijalani untuk mengurus anak. Atau mungkin ada juga Sisterfillah yang mengalami kesulitan beradaptasi dengan suami sehingga merasa harus "berkorban" hati dan selalu mengalah.

Bagaimana sebenarnya Islam mengajarkan kita menghadapi pengorbanan?




Belajar Cara Menghayati Pengorbanan dari Kisah Penyembelihan Ismail

Sisterfillah.. Karena sungguh Allah memandang pengorbanan ini sebagai suatu yang mulia, maka Allah mengabadikannya dalam kisah penyembelihan Nabi Ismail A.S. yang tertuang di dalam Al-Qur’an Surah As Shaffat ayat 100-111. Dari ayat Al-Qur’an tersebut mari kita belajar bagaimana menghayati pengorbanan yang dijalani, seperti yang digambarkan Allah dalam kisah pengorbanan Nabi Ibrahim yang rela menyembelih anak yang dicintainya untuk Allah Subhana wa Taala.



1. Dalam Pengorbanan Kita tidak Sendiri

Dalam suatu pengorbanan, kadang kita merasa sendiri. Kita merasa sebagai pihak yang tersakiti. Hal ini tidak jarang memberatkan hati kita bahkan dapat berpengaruh kepada kondisi fisik maupun psikologis. Padahal sebenarnya dalam sebuah pengorbanan, kita tidak pernah sendiri. Secara sadar ataupun tidak sadar, ada pihak lain yang akan merasakan pengorbanan kita dan nantinya akan membalas pengorbanan kita itu.

… Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

(As Shaffat: 105)

2. Dalam Pengorbanan Harus Ada Komunikasi

Dalam kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim, terjadi komunikasi antara Allah dan Nabi Ibrahim.



Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim!, sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu”.  (As Shaffat : 104-105)



Dari ayat tersebut terihat jelas, bahwa setelah pengorbanannya, bahkan Allah berkomunikasi kembali dengan Nabi Ibrahim. Hal ini menggambarkan bahwa komunikasi adalah sesuatu yang wajar bahkan perlu untuk dilakukan.



Dalam pengorbanan, kita bisa menyampaikan kepada pasangan kita (jika pengorbanan terjadi dalam rumah tangga), mengenai hal-hal yang memberatkan hati kita atau apapun itu, dengan cara yang baik. Dalam pengorbanan, kita tidak melulu harus diam dan menyimpan segala keluh kesah sendiri. Dalam pengorbanan, semestinya kita membangun pola komunikasi yang sehat sehingga pengorbanan tidak lagi menjadi hal yang menyakitkan.



3. Dalam Pengorbanan Harus ada Elemen "Kepasrahan"

Tidak boleh tidak, penghayatan “kepasrahan” harus ada di dalam pengorbanan yang dijalankan. Dengan begitu pengorbanan yang dilakukan akan mendatangkan kebaikan lainnya.



Maka ketika keduanya telah berserah diri…

(As Shaffat : 103)

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, “Selamat sejahtera bagi Ibrahim”.

Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

(As Shaffat : 107-110)


4. Dalam Pengorbanan Harus ada Elemen "Kepercayaan"

Dalam pengorbanannya, Nabi Ibrahim bersama dengan Ismail. Elemen “kepercayaan” ini terutama dikuatkan oleh pernyataan Nabi Ismail,



….“Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”.

(As Shaffat : 102)



Saat kita memiliki kepercayaan, bahwa pengorbanan dilakukan di atas sesuatu yang benar, maka pengorbanan yang dijalani akan menjadi pengorbanan yang sehat.





Sisterfillah.. Semoga dengan memahami hal ini, pengorbanan yang dijalani dan dihayati kini tidak lagi menjadi hal yang menggerogoti hati tapi justru memperkaya hati, karena pengorbanan adalah bukti cinta yang mendalam di hati, dan ada Allah diantaranya. Maka, adakah yang lebih indah dari ini?



Love,

SLS Team



Contributor : Vita Oktavianty, M.Psi, Psikolog

Syariah Advisor: Fathimah Syauqi

Editor : Anisa Muthi’ah

No comments:

Post a Comment