Friday, March 31, 2017

Hijrah Pengasuhan (Part 2)



Assalamu'alaikum, Dear Sisterfillah..

Terima kasih yaa udah sabar nunggu..
Finally, artikel ini dilanjutkan pembahasannya alias artikel part 2. (Baca Hijrah Pengasuhan Part 1).



Pada pembahasan sebelumnya, ada satu masalah terbesar saat ini bagi para orangtua yaitu tentang derasnya arus informasi pergaulan yang negatif melalui media elektronik terutama media sosial yang berisiko besar untuk ditiru oleh para anak.

Nah, masih inget kah dengan langkah pertama yang harus dilakukan oleh para orangtua supaya anak kita terjaga dari hal-hal demikian? Hayoo..kira-kira udah ketemu belum yaah jawabannya?

“Kesuksesan dunia dan pengakuan dari orang lain terhadap anak kita”

Atau

“Tidak ada yang mengenal anak kita di dunia tapi Allah SWT selalu mendengar doa dari anak kita

terutama saat kita sudah tiada nantinya”

Maunya sih ga usah dipilih yaaa? Saya sebagai orangtua pun ingin kelak sang anak bisa meraih kesuksesan dunia dan akhirat. Artinya sang anak menjadi pemeluk Islam yang taat, yang doanya didengar Allah dan sekaligus bisa menjadi seorang yang berhasil di bidang profesinya. Alhamdulillah ya kalau seperti itu, insya Allah bisa sisterfillah!!! TAPI, tentu tidak mudah ya!


Bagaimana caranya agar impian tersebut dapat tercapai?



  1. Pengasuhan yang sejalan antara ayah-bunda maupun kerabat dekat

Jadikan Allah sebagai nilai utama dari setiap tujuan pengasuhan. Artinya, pendidikan anak sebaiknya berfokus pada nilai-nilai ketauhidan. Ada baiknya memilihkan sekolah dan lingkungan pergaulan anak yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam, dan lakukan sejak ia kecil. Ayah-Ibu dan kerabat dekat sepakat bahwa keberhasilan mendidik anak yang utama dilihat dari seberapa besar rasa cintanya pada Allah, ketaatannya menjalankan perintah dan menjauhi larangan-NYA, serta bukan berdasarkan seberapa banyak juara atau piala yang sudah anak raih.

  1. Pembiasaan yang konsisten antara di rumah dan lingkungannya

Ketika nilai utama dari pengasuhan sudah sejalan, maka anak pun akan menginternalisasi nilai yang dimiliki oleh keluarganya. Pemahaman nilai saja tentu tidak cukup, diperlukan langkah selanjutnya yaitu pembiasaan yang konsisten. Artinya, orangtua atau keluarga perlu menjadi contoh utama bagi anak.

Jangan pernah menyuruh anak sholat atau mengaji, tetapi orangtua sendiri sibuk menonton televisi saat adzan berkumandang atau mengantarkan mengaji namun menunggu di depan sambil browsing. Aduh, bukan begitu yah ayah-bunda! Perlihatkan dulu pada anak bahwa kita melakukannya, baru meminta anak untuk berperilaku seperti kita.

Sebenarnya tidak perlu meminta, anak pun akan meniru dengan sendirinya. Ya, ini alamiah karena pada dasarnya seorang anak belajar dengan meniru lingkungannya. Selanjutnya, konsistenkan apa yang dibiasakan di rumah dengan di sekolah. Jadi, harus pintar juga dalam memilihkan sekolah ya ayah-bunda. Jangan sampai sekolah berlabelkan Islam tapi sebenarnya tidak benar-benar mempraktekkan ajaran Islam dalam keseharian anak.

  1. Komunikasi hangat & terbuka

Ketika nilai dan pembiasaan perilaku positif yang mengarah pada hubungan yang dekat dengan Allah sudah tertanam, maka jangan lupa juga untuk hadir di dekat anak. Usahakan sesibuk apapun pekerjaan tetap sediakan waktu setiap hari untuk berkomunikasi dengan sang anak, paling tidak 30 menit.

Bagaimana kalau ayah/bunda ada di luar kota? Tidak perlu khawatir, pada masa ini justru manfaatkan kecanggihan teknologi sebagai media komunikasi. Fisik tidak selalu harus hadir berdekatan, tapi kelekatan hati yang wajib ada di setiap waktu antara orangtua dan anak. Mengapa? Karena ini jadi dasar kedekatan anak dan orangtua untuk berbagi cerita, menemukan jawaban atas hal-hal baru yang ia temui di sekelilingnya, serta sebagai sarana berdiskusi akan segala hal.

Dalam berkomunikasi, terapkan pola komunikasi dua arah dan hindari doktrin yaa, misal “pokoknya tidak boleh! Itu salah! Jangan lakukan itu! dll”. Biasakan hal ini sejak anak kecil agar di masa remajanya anak pun tidak canggung untuk melakukannya dengan kita. Sisterfillah, ketika kita dapat menjadi teman pertama anak maka kecil kemungkinannya ia akan mencari tempat berbagi lain di luar sana.  

Semoga Allah senantiasa tuntun kita untuk bisa menjadi orangtua yang amanah ya, Sisterfillah!
Aamiin.. Insya Allah



Love,

SLS Team

Contributor: Alfa Mardhika, M.Psi, Psikolog
Syari’ah Advisor: Fathimah Syauqi
Editor: AM

1 comment: